Sejatinya, saya tidak benar-benar ingat bagaimana bentuk kunang-kunang itu. Yang saya tahu, serangga kecil ini mampu membuat saya terpikat. Hanya dengan melihat cahayanya, cukup berhasil memantik rasa bahagia. Cahaya ini dihasilkan oleh "sinar dingin" yang tidak mengandung ultraviolet maupun sinar inframerah. Cahayanya memiliki panjang gelombang 510 sampai 670 nanometer, dengan warna seperti pelangi (merah pucat, kuning, atau hijau) dengan efisiensi sinar sampai 96%.
Selain sebagai tanda peringatan, cahaya ini ternyata digunakan kunang-kunang jantan untuk memikat lawan jenisnya. Maka cahaya kunang-kunang adalah bahasa cinta mereka. Bahkan saking uniknya, tiap kunang-kunang memiliki pola kedipan cahaya yang berbeda. Hal ini sengaja mereka lakukan agar para betina bisa memastikan kunang-kunang jantan yang manakah yang cocok untuk mereka.
Kunang-kunang termasuk dalam familia Lampyridae, berasal dari bahasa Yunani "lampein", yang berarti bersinar, seperti lampu. Dulu saat saya kecil, kunang-kunang selalu bertebaran setiap malam. Entah itu di belakang rumah, atau di dekat pematang sawah. Buat saya, kunang-kunang adalah pengalaman indah.
Tapi belakangan tersadar, jarang sekali saya lihat kunang-kunang. Tadinya saya pikir mungkin karena saya tinggal di kota besar. Tapi saat beberapa kali mudik ke daerah pun saya tidak pernah menemukan kunang-kunang.
Beberapa waktu yang lalu akhirnya saya tahu ternyata dia hampir punah. Habitat tempatnya berkembang biak kian hilang, sementara cahaya buatan dari lampu-lampu juga semakin banyak. Polusi cahaya itu yang ternyata bisa mengganggu siklus kawin mereka. Ah, alangkah sedihnya, semoga pijarnya tetap bisa kita nikmati, semoga cerita tentang indahnya kunang-kunang juga bisa dinikmati oleh generasi anak cucu kelak.
:: Gestina ::

0 komentar:
Posting Komentar