
REVIEW FILM
BANDA THE DARK FORGOTTEN TRAIL
Apa yang kamu bayangkan, saat mendengar kata ‘film
dokumenter’ ? Membosankan? Ya, mungkin, apalagi dengan durasi yang panjang.
Bisa-bisa bukan kita yang nonton film, tapi film yang nonton kita. Tapi lain
halnya dengan film Banda The Dark Forgotten Trail. Menurut saya, film yang
dilabeli dokumenter ini berhasil membuat mata dan isi kepala saya melek.
Film berdurasi 94 menit ini menyuguhkan narasi dan
pendekatan yang berbeda. Sang sutradara, Jay Subyakto, memilih untuk
menghadirkan narasumber dengan latar belakang yang beragam. Ada sejarawan,
pemilik perkebunan, bahkan masyarakat setempat yang menjadi saksi mata atas
kejadian yang berlangsung di daerah penghasil pala terbaik di dunia ini.
Sinematografi film ini juga patut diacungi jempol. Sebenarnya
alasan utama saya ingin menonton Banda The Dark Forgotten Trail juga karena
sederet nama DoP yang terlibat didalamnya, diantaranya Ipung Rachmat Syaiful,
Davy Linggar dan Oscar Motuloh. Visualisasi Banda tampak memanjakan mata, Banda
seperti dikepung kamera. Sementara lagu Nyala Suara dari band Barasuara dan musik
yang dikomposeri oleh Lie Indra Perkasa pun terdengar menggelegar.
Film produksi Lifelike Pictures ini bercerita tentang kepulauan
Banda, daerah penghasil rempah-rempah pala yang menjadi rebutan bangsa-bangsa
Eropa. Kala itu, segenggam pala dianggap lebih berharga daripada sepeti emas.
Perseteruan Perang Salib dan monopoli bangsa Arab membuat Eropa semakin gencar
melakukan perburuan untuk menemukan pulau penghasil rempah. Kepulauan Banda adalah
kawasan yang ikut menjadi incaran di masa itu.
Genosida dan perbudakan menjadi bagian dari sejarah Banda. Cerita
bergulir dan dituturkan secara kronologis. Tak hanya tentang bangsa asing yang
menggoreskan luka di Banda, namun juga konflik tahun 1999 yang memecahbelah
masyarakat Maluku. Salah seorang narasumber yang ikut menjadi saksi mata kala
itu bahkan tak segan menuturkan tentang kejadian memilukan tersebut. Masa
bergulir, Banda yang dulu dianggap sebagai surga pala juga kehilangan
kejayaannya. Banyak pekerja dan pemilik perkebunan pala yang menyerah.
Tak hanya tangan dingin Jay Subyakto, tapi Irfan Ramli yang
meramu naskah film membuat Banda The Dark Forgotten Trail seolah tampil begitu
nyata. Suara aktor Reza Rahadian terdengar pas saat membawakan narasi film ini.
Selain Reza, aktor Ario Bayu juga didapuk menjadi narator dalam versi bahasa
Inggris, sebab nantinya film yang diproduseri oleh Sheila Timothy ini akan
dibawa ke berbagai festival internasional.
Selain tentang pala dan masyarakat Banda, beberapa tokoh penting
Indonesia yang pernah diasingkan di Banda pun ikut diceritakan, misalnya Moh
Hatta, Sutan Syahrir dan Cipto Mangunkusumo. Banyak pemikiran dan gagasan menarik
yang lahir untuk Indonesia saat itu.
Lewat film ini penonton tidak hanya diajak untuk mengetahui jalur
rempah yang tercipta di sana, tapi juga belajar untuk mengenal Banda lebih
dalam. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Karena, jujur,
gara-gara film ini, saya jadi ingin ke Banda.
NB: Waktu saya nonton Banda The Dark Forgotten Trail,
kebanyakan penonton bilang “Ooo…” berjamaah. Seperti mendapat informasi baru.
Penontonnya pun bervariasi usianya, ada yang masih sekolah, ada juga pasangan
kakek-nenek. Meskipun ini pertama kalinya saya nonton dokumenter berdurasi
panjang, nyatanya saya justru terjaga di sepanjang film. Semoga setelah ini,
Banda lebih dikenal lagi oleh khalayak luas bahkan hingga mancanegara. Dan buat
Lifelike Pictures, jangan kapok bikin film dokumenter yaa. Menurut saya, ini
Keren!