Kamis, 07 Desember 2017

RMTS 2018 : Fashion Show


Dewi Sandra, Muse Ria Miranda untuk Eucaflora (instagram/@gestinart)



Seperti tahun sebelumnya, Ria Miranda kembali menampilkan koleksinya lewat acara tahunan Ria Miranda Trunk Show atau RMTS 2018. Desainer yang akrab dipanggil Uni Ria ini menyuguhkan 60 looks dari lima koleksi Spring/Summer 2018.


Berbeda dengan tahun lalu, The Fifth Annual Trunk Show 2018 digelar di tempat yang baru, yaitu The Ritz Carlton Ballroom Pacific Place Jakarta pada awal bulan Desember. Bertepatan dengan launching koleksi Himalayan, Uni Ria pun menghadirkan koleksi tersebut untuk pertama kalinya di panggung RMTS 2018. Himalayan sebelumnya memang pernah menjadi koleksi kolaborasi Ria dengan Rumah Ayu, namun koleksi yang tampil kali ini berbeda, dengan model kasual, motif yang lebih ramai dan warna kuning yang lebih dominan.

Sementara untuk koleksi kedua, Ria menghadirkan nuansa kelam lewat Lullatone. Sebagai penggemar desain Uni Ria, saya terus terang agak kaget melihat koleksi ini, warnanya seperti bukan Uni banget. Tapi walaupun tone yang dihadirkan tampak misterius dan kelam, pattern Lullatone tetap juara. Motif-motif kecil dan cantik membuat Lullatone menjadi salah satu incaran para RMLC.

Ada juga koleksi Intertwine yang menurut saya maknanya ‘dalem banget’. Koleksi ini masih bernuansa pastel, khas Ria Miranda, hanya saja warna yang tampil lebih ceria. Selain itu komitmen Uni untuk menghadirkan busana muslim abaya atau gamis dituangkan lewat Ria Miranda Essentials. Ada sekitar sebelas abaya rasa Ria Miranda yang tampil di atas panggung. Meskipun judulnya abaya, namun warna-warnanya tetap khas Ria Miranda yaitu pastel seperti pink, soft blue dan putih.

Last but not least, Ria Miranda Signature, Eucaflora. Oke, ini koleksi yang paling bikin mata saya berbinar-binar. (Sebelumnya saya memang sempat bertanya-tanya mengapa tata panggung yang minimalis diubah pada saat lampu masih terang benderang, well agak mengganggu sih sebenarnya karena lampu belum diredupkan saat beberapa orang menggotong tanaman ke atas panggung).

Mungkin memang ini berkaitan dengan konsep yang diusung Uni Ria. Setahu saya, konsep dari koleksi ini memang istimewa karena semua bahan yang digunakan berasal dari alam. Konsep ecofashion itu lantas dituangkan Ria Miranda ke dalam koleksi Eucaflora. Deretan warna yang lembut dan penggunaan bahan yang terkesan ringan serta detil motif bunga yang konon diambil dari Rawabelong membuat Eucaflora menjadi penutup yang manis dalam pagelaran malam itu. 

Himalayan (instagram @gestinart)

Sarsof, Muse Ria Miranda untuk Lullatone (instagram @gestinart)
 Lullatone by Ria Miranda (instagram @gestinart)



Intertwine by Ria Miranda (instagram @gestinart)



Intertwine by Ria Miranda (instagram @gestinart)


 Ria Miranda Essentials (instagram @gestinart)




Eucaflora by Ria Miranda (instagram @gestinart)



Eucaflora by Ria Miranda (instagram @gestinart)


Eucaflora by Ria Miranda (instagram @gestinart)


Eucaflora by Ria Miranda (instagram @gestinart)

Minggu, 13 Agustus 2017

REVIEW FILM BANDA THE DARK FORGOTTEN TRAIL



                       


REVIEW FILM

BANDA THE DARK FORGOTTEN TRAIL

Apa yang kamu bayangkan, saat mendengar kata ‘film dokumenter’ ? Membosankan? Ya, mungkin, apalagi dengan durasi yang panjang. Bisa-bisa bukan kita yang nonton film, tapi film yang nonton kita. Tapi lain halnya dengan film Banda The Dark Forgotten Trail. Menurut saya, film yang dilabeli dokumenter ini berhasil membuat mata dan isi kepala saya melek.

Film berdurasi 94 menit ini menyuguhkan narasi dan pendekatan yang berbeda. Sang sutradara, Jay Subyakto, memilih untuk menghadirkan narasumber dengan latar belakang yang beragam. Ada sejarawan, pemilik perkebunan, bahkan masyarakat setempat yang menjadi saksi mata atas kejadian yang berlangsung di daerah penghasil pala terbaik di dunia ini.

Sinematografi film ini juga patut diacungi jempol. Sebenarnya alasan utama saya ingin menonton Banda The Dark Forgotten Trail juga karena sederet nama DoP yang terlibat didalamnya, diantaranya Ipung Rachmat Syaiful, Davy Linggar dan Oscar Motuloh. Visualisasi Banda tampak memanjakan mata, Banda seperti dikepung kamera. Sementara lagu Nyala Suara dari band Barasuara dan musik yang dikomposeri oleh Lie Indra Perkasa pun terdengar menggelegar.

Film produksi Lifelike Pictures ini bercerita tentang kepulauan Banda, daerah penghasil rempah-rempah pala yang menjadi rebutan bangsa-bangsa Eropa. Kala itu, segenggam pala dianggap lebih berharga daripada sepeti emas. Perseteruan Perang Salib dan monopoli bangsa Arab membuat Eropa semakin gencar melakukan perburuan untuk menemukan pulau penghasil rempah. Kepulauan Banda adalah kawasan yang ikut menjadi incaran di masa itu.­­

Genosida dan perbudakan menjadi bagian dari sejarah Banda. Cerita bergulir dan dituturkan secara kronologis. Tak hanya tentang bangsa asing yang menggoreskan luka di Banda, namun juga konflik tahun 1999 yang memecahbelah masyarakat Maluku. Salah seorang narasumber yang ikut menjadi saksi mata kala itu bahkan tak segan menuturkan tentang kejadian memilukan tersebut. Masa bergulir, Banda yang dulu dianggap sebagai surga pala juga kehilangan kejayaannya. Banyak pekerja dan pemilik perkebunan pala yang menyerah.

Tak hanya tangan dingin Jay Subyakto, tapi Irfan Ramli yang meramu naskah film membuat Banda The Dark Forgotten Trail seolah tampil begitu nyata. Suara aktor Reza Rahadian terdengar pas saat membawakan narasi film ini. Selain Reza, aktor Ario Bayu juga didapuk menjadi narator dalam versi bahasa Inggris, sebab nantinya film yang diproduseri oleh Sheila Timothy ini akan dibawa ke berbagai festival internasional.

Selain tentang pala dan masyarakat Banda, beberapa tokoh penting Indonesia yang pernah diasingkan di Banda pun ikut diceritakan, misalnya Moh Hatta, Sutan Syahrir dan Cipto Mangunkusumo. Banyak pemikiran dan gagasan menarik yang lahir untuk Indonesia saat itu.

Lewat film ini penonton tidak hanya diajak untuk mengetahui jalur rempah yang tercipta di sana, tapi juga belajar untuk mengenal Banda lebih dalam. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Karena, jujur, gara-gara film ini, saya jadi ingin ke Banda.  


NB: Waktu saya nonton Banda The Dark Forgotten Trail, kebanyakan penonton bilang “Ooo…” berjamaah. Seperti mendapat informasi baru. Penontonnya pun bervariasi usianya, ada yang masih sekolah, ada juga pasangan kakek-nenek. Meskipun ini pertama kalinya saya nonton dokumenter berdurasi panjang, nyatanya saya justru terjaga di sepanjang film. Semoga setelah ini, Banda lebih dikenal lagi oleh khalayak luas bahkan hingga mancanegara. Dan buat Lifelike Pictures, jangan kapok bikin film dokumenter yaa. Menurut saya, ini Keren!





Rabu, 08 Maret 2017

TULIS..TULIS..TULIS

Akhirnya saya memutuskan untuk menulis lagi. Belakangan saya menyadari bahwa banyak hal yang ingin saya tulis sebelum saya lupa. Karena menjadi lupa itu menyedihkan. 

Bayangkan saja ketika seorang bermata minus terbangun dari tidurnya, apa yang pertama dia cari ? Pasti kacamata. Lalu bagaimana jika dia lupa meletakkan kacamatanya saat akan tidur. Maka pagi harinya akan semrawut. Mencari kacamata tanpa kacamata adalah hal yang menyebalkan dan..menyedihkan. Tanpa kacamata segalanya akan terlihat buram. Blur dimana-mana. Lalu itu akan berimbas ke hal-hal lain yang semestinya bisa terselesaikan dengan segera. 

Sebelum saya semakin pikun, rasanya saya memang perlu menulis. Menulis apapun yang penting buat saya. Semoga bisa istiqomah, tidak hanya lewat blog. Tapi juga lewat catatan-catatan kecil yang ada di kamar saya. Selamat tulis-menulis ☺❤✌

withluv,
::Gezt::

INDONESIAN FASHION WEEK 2017 :: YOUNIVERSE, CELEBRATION OF COLORS

Alhamdulillah semesta mendukung ✌. Saya berkesempatan untuk menonton (dan motret) Indonesian Fashion Week lagi tahun ini. Seperti tahun lalu, IFW digelar di JCC Senayan. Sengaja memilih untuk menonton show tanggal 4 Februari 2017 malam yaitu Wardah YOUniverse : Celebration of Colors karena ada delapan desainer Indonesia yang terlibat di dalamnya. Para fashion designer ini adalah Zaskia Sungkar, Barli Asmara, Dian Pelangi, Ria Miranda, Mel Ahyar untuk HAPPA, Malik Moestaram, Norma Hauri, dan Kursien Karzai.


Fashion Show dibuka oleh karya Ria Miranda. Desainer yang biasa dipanggil dengan sebutan Uni Ria Miranda ini mengangkat tema koleksi terbarunya yaitu 'Principia'. Konsep Spring Summer Collection ini diperagakan secara fun. Beberapa model bahkan terlihat selfie di atas panggung. Brand Ria Miranda mengusung Tatjana Saphira sebagai muse. Principia sendiri sempat ditampilkan pada ajang RMTS (Ria Miranda Trend Show) 2016 yang lalu. Koleksi ini didominasi oleh warna pink peach, biru muda, cokelat dan abu-abu. Desainnya pun terkesan santai dan playful. Desainer yang konsisten dengan warna pastel ini menghadirkan outer, celana, atasan, tunik dan scarf dengan pattern topografi bumi.

Principia By Ria Miranda

Principia By Ria Miranda

Tampak kontras dengan karya Ria Miranda, desainer Norma Hauri mengusung tema koleksi Integrated. Warna khas yang ditampilkan bernuansa hitam, gold dan putih. Model yang diusung terkesan dinamis dalam balutan abaya. 


INTEGRATED by Hauri

Berikutnya tampilan colourful dari koleksi Pata Runa hadir di atas panggung. Koleksi busana rancangan Mel Ahyar untuk HAPPA ini tampil dengan nuansa musik etnik dan ceria. Setelah itu saya dibuat merinding dengan konsep koleksi Flor De La Vida yang dirancang oleh desainer Malik Moestaram. Mungkin karena musik dan koreografi di atas panggung juga. Koleksi Flor De La Vida ini tampil dengan detail payet yang cantik dan warna-warna lembut. 


FLOR DE LA VIDA by Malik Moestaram


Berikutnya desainer Dian Pelangi menampilkan nuansa warna marun, gold dan nude untuk koleksinya kali ini. Sementara Zaskia Sungkar memilih untuk menggandeng beberapa model cilik untuk koleksinya kali ini. Koleksi 'Kilau' milik Zaskia ditampilkan dengan nuansa monokrom hitam dan putih lengkap dengan topi sebagai aksesoris. 



Busana bergaya Haute Couture ditampilkan oleh desainer Kurzien Karzai. Sesuai temanya 'The Glory of Victorian', koleksi yang ditampilkan pun mengingatkan saya pada busana putri Eropa jaman dahulu. Elegan dan anggun. 

Barli Asmara menyuguhkan tema 'Black Orchid Fervor' dalam show kali ini. Desainer berkacamata itu menyuguhkan koleksi gaun hitam putih yang anggun. Meski sempat hampir terjatuh, namun penampilan aktris Raline Shah yang didapuk sebagai muse untuk koleksi ini, tetap memukau. 


Raline Shah for Barli Asmara

Show malam itu ditutup oleh penampilan apik dari Vidi Aldiano dan Maliq & D'Essentials. Foto lengkap IFW 2017 masih ada di instagram saya @gestinart belum sempat dipindah hehehe☺❤